Hari raya ada buka?" aku tanya pekerja kedai. Soalan yang jawapannya tidak lagi penting untuk aku.
"Buka la," dia jawab, "hari-hari buka."
"Hari-hari?" aku tanya lagi, dengan nada kekaguman yang serius, walaupun aku tahu dia memang tak pernah cuti. Sepanjang 9 bulan aku menjadi pelangan tetap di sini, belum ada satu hari pun aku tengok dia cuti.
"Ya la."
"You tak ada cuti ke?"
"Tak ada."
"Uish," aku mengeluh, "rajinnya you. Teruknya you punya bos."
"Saya sendiri mau kerja la," dia jawab. "Kalau cuti pun, duduk rumah saja. Tak ada buat apa-apa. Lagi bagus saya mari kerja."
"Oh," aku beri simpati, "you tak ada kawan ke?"
"Ada la," dia jawab, "tapi semua pun kerja macam saya jugak."
"Girlfriend?" aku menyibuk lagi.
"Girlfriend ka?" dia sambut, "itu semua mau banyak wang maaa.."
Aku sengih. Satu konsep yang agak asing untuk aku, namun aku sambut, sekadar untuk hiburkan hati dia yang lara, "Ya, ya, betul."
"Girlfriend ada," dia sambung, "tapi saya sendiri tak mau."
Aku sengih lagi sebelum tolak pintu kedai untuk melangkah keluar.
"You are my idol," aku kata.
No comments:
Post a Comment